Keberhasilan terbesar
para ahli teknik Mesir adalah
digunakannya batu-batu yang
berasal dari sepanjang sungai
Nil untuk membangun kuil dan
piramid. Karena kemampuan
daya dukung batu yang rendah
dan kualitas yang sangat tidak
menentu, yang disebabkan
adanya retak-retak dalam dan
rongga-rongga, maka bentang
balok-balok tersebut harus
sependek mungkin untuk mempertahan
kerusakan akibat
lentur. Oleh karenanya
sistem post-and-lintel
yaitu balok batu masif bertumpu
pada kolom batu yang relatif
tebal, memiliki kapasitas terbatas untuk menahan beban-beban horisontal
atau beban eksentris vertikal, bangunan-bangunan menjadi relatif rendah.
Untuk stabilitas kolom harus dibuat tebal, dengan pertimbangan bahwa kolom ramping akan lebih mudah roboh dibandingkan dengan kolom tebal. Yunani, lebih tertarik dengan kolom batu dengan penampilan yang lebih halus , menggunakan tipe yang sama dengan post-and-lintel sistem pada bangunan Parthenon. Hingga awal abad 20-an, lama setelah konstruksi post-and-lintel digantikan oleh baja dan rangka beton, para arsitek melanjutkan dengan menutup fasad kuil Yunani klasik pada bagian penerima bangunan-bangunan. Tradisi klasik jaman Yunani kuno sangat mempengaruhi masa-masa setelah pemerintahan mundur.
Sebagai pembangun berbakat, para teknisi Roma menggunakan struktur lengkung secara luas, seperti yang sering ditemui dalam deret-deret bentuk bertingkat pada stadion (coliseum), terowongan air, dan jembatan .
Bentuk lengkung dari busur memungkinkan bentang bersih yang lebih panjang dari yang bisa diterapkan pada bangunan dengan konstruksi pasangan batu post-and-lintel. Stabilitas bangunan lengkung mensyaratkan:
1) seluruh penampang bekerja menahan gaya tekan akibat kombinasi beban-beban keseluruhan,
2) abutmen atau dinding akhir mempunyai kemampuan yang cukup untuk menyerap gaya diagonal yang besar pada dasar lengkungan. Orang-orang Roma mengembangkan metode pembentukan pelingkup ruang interior dengan kubah batu, seperti terlihat pada Pantheon yang ada di Roma.
Selama periode Gothic banyak
bangunan-bangunan katedral
megah seperti Chartres dan
Notre Dame, bentuk lengkung
diperhalus dengan hiasanhiasan
yang banyak dan
berlebihan, bentuk-bentuk
yang ada menjadi semakin
lebar . Ruangruang
atap dengan lengkungan
tiga dimensional juga
ditunjukan pada konstruksi
atap-atap katedral. Elemenelemen
batu yang melengkung
atau disebut flying buttresses,
yang digunakan bersama
dengan tiang-tiang penyangga
dari kolom batu yang tebal
atau dinding yang menyalurkan gaya dari kubah atap ke tanah . Bidang teknik pada periode ini menghasilkan pengalaman yang tinggi
berdasar pada apa yang dipelajari ahli bangunan dan mengajarkan pada
murid-muridnya, selanjutnya ketrampilan ini diturunkan pada generasigenerasi
selanjutnya.
Meskipun katedral dan istana-istana megah didirikan selama bebarapa abad di Eropa tetapi tidak ada perubahan yang signifikan pada teknologi konstruksi, hingga diproduksinya besi tuang sebagai bahan komersial pada pertengahan abad ke-18. Bahan ini memungkinkan ahli teknik untuk mendesain bangunan dengan sederhana tetapi dengan balokbalok yang kuat, kolom-kolom dengan penampang yang lebih solid. Hal ini memungkinkan desain struktur yang ringan dengan bentang yang lebih panjang dan bukaan-bukaan yang lebih lebar. Dinding penahan yang masif digunakan untuk konstruksi batu yang tidak memerlukan bentang panjang. Pada akhirnya, baja dengan kemampuan menahan gaya tarik yang tinggi dan tekan yang besar memungkinkan konstruksi dari struktur-struktur yang tinggi hingga saat ini untuk gedung pencakar langit (skyscraper).
Pada akhir abad ke-19, Eifel, seorang ahli teknik perancis yang banyak membangun jembatan baja bentang panjang mengembangkan inovasi-nya untuk Menara Eifel, yang dikenal sebagai simbol kota Paris . Dengan adanya pengembangan kabel baja tegangan tinggi, para ahli teknik memungkinkan memba-ngun jembatan gantung dengan bentang panjang.
Penambahan tulangan baja
pada beton memungkinkan
para ahli untuk mengganti
beton tanpa tulangan menjadi
lebih kuat, dan menjadikan
elemen struktur lebih liat
(ductile). Beton bertulang memerlukan
cetakan sesuai
dengan variasi bentuk yang
diinginkan. Sejak beton bertulang
menjadi lebih monolit yang berarti bahwa aksi beton dan baja menjadi
satu kesatuan unit, maka beton bertulang memiliki kemampuan yang lebih
tidak terbatas.
Pengembangan metode analisis memungkinkan perencana
memprediksikan gaya-gaya dalam pada konstruksi beton bertulang, desain merupakan semi empiris dimana perhitungan didasarkan pada penelitian
pada pengamatan perilaku dan pengujian-pengujian, serta dengan menggunakan
prinsip-prinsip mekanika. Pada awal tahun 1920-an dengan menggunakan
momen distribusi oleh Hardy Cross, para ahli menerapkan teknik
yang relatif sederhana untuk menganalisis struktur. Perencana menjadi lebih
terbiasa menggunakan momen distribusi untuk menganalisis rangka struktur
yang tidak terbatas, dan menggunakan beton bertulang sebagai material
bangunan yang berkembang pesat.
Dikenalnya teknik las pada akhir abad ke-19 memungkinkan penyambungan elemen baja dan menyederhanakan konstruksi rangka kaku baja. Selanjutnya, pengelasan menggantikan plat-plat sambung berat dan sudut-sudut yang menggunakan paku keling.
Saat ini perkembangan komputer dan penelitian-penelitian dalam ilmu bahan menghasilkan perubahan besar dari ahli-ahli teknik struktur dalam mengembangan pendukung khusus struktur. Pengenalan komputer dan pengembangan metode matriks untuk balok, pelat dan elemen bidang permukaan memungkinkan perencana menganalisis struktur yang kompleks dengan cepat dan akurat.
Klasifikasi Struktur
Selengkapnya tentang: Elemen-elemen Sistem Struktur Bangunan
Posting Komentar